twitter
    berisi informasi dan artikel perpajakan Indonesia

Pengen punya penghasilan tambahan....???

Daftar GRATIS di link-link dibawah ini...
Kemudian klik iklan-iklannya.....














Yang Terbaru dari UU PPN Baru

PB-Co - detikFinance

Jakarta - Pemerintah dan DPR akhirnya merampungkan pembahasan RUU PPN dan PPnBM. Pengesahan UU ini menggenapkan penyelesaian paket UU Perpajakan yang dibahas sejak Agustus 2005. Dua peraturan yang sudah lebih dulu disahkan adalah UU KUP dan UU PPh.

Dengan seluruh instrumen hukum ini, pemerintah diminta untuk meningkatkan kinerja perpajakan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi sehingga rasio pajak naik.

UU tentang PPN dan PPnBM baru akan berlaku mulai 1 April 2010. Beberapa ketentuan yang diatur didalamnya antara lain:

1. Barang kebutuhan pokok, seperti daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar, dan buah segar, tidak dikenakan PPN. Dengan tersedianya sumber gizi yang harganya terjangkau, diharapkan pemenuhan gizi rakyat Indonesia bisa meningkat.

2. Adapun objek pajak yang terbebas PPN, yakni: pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, pengiriman surat dengan prangko, asuransi, keagamaan, dan pendidikan. Kemudian jasa kesenian dan hiburan, penyiaran yang tidak bersifat iklan, angkutan umum di darat, air, serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri. Selanjutnya, jasa tenaga kerja, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, penyediaan tempat parkir, telepon umum dengan memakai uang logam, pengiriman uang lewat wesel pos, dan jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun termasuk perbankan syariah.

PPN 0% juga berlaku untuk jasa dan barang kena pajak (JKP dan BKP) tidak berwujud yang digunakan oleh pengusaha Indonesia di luar daerah pabean dan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari Indonesia di luar daerah pabean. Tujuannya menambah daya saing atas kegiatan jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia

3. Obyek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan dari pengenaan PPN. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu obyek pajak yang sama. Obyek pajak dimaksud adalah barang hasil pertambangan galian C. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Jasa perhotelan, jasa boga atau catering, tidak dikenakan PPN.

4. Dalam UU PPN baru juga diatur mengenai kemudahan restitusi bagi pelaku usaha yang sektor usahanya masuk dalam daftar beresiko rendah. Kemudian bagi orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) diberikan pengembalian PPN dan PPnBM atas barang yang dibawanya keluar daerah pabean dengan syarat nilai PPN minimal Rp 500 ribu. Hal ini bertujuan untuk menarik wisatawan asing ke Indonesia

5. Barang yang jika dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, seperti miras, tidak lagi sebagai barang mewah, karena lebih tepat dikategorikan sebagai barang kena cukai.

6. Barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap sebagai barang kena pajak yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan pedoman pengkredilan pajak masukan atau deemed pajak masukan.

7. Pengusaha kena pajak diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak. Dimana faktur pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.

8. Tarif PPN 10% tapi dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui peraturan pemerintah. Perubahan dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan. Dan tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwajud, dan ekspor jasa kena pajak.

9. Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Ini untuk memberi ruang kepada pemerintah dalam rangka melaksanakan regulasi. Kemudian, ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0%.

10. Bahwa kelebihan pembayaran Pajak Masukan dalam satu Masa Pajak yang dalam UU sebelumnya oleh Wajib Pajak boleh diminta refund atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya, menurut UU VAT amandenent harus dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya; refund diminta pada akhir tahun buku atau pada saat penutupan usaha.

11. Menyimpang dari ketentuan  itu, bagi low risk tax payers dan tax payers  yang belum berproduksi dapat minta refund pada akhit Masa Pajak.

12. Kewajiban penyetoran kekurangan  PPN pada Masa Pajak diperpanjang sampai akhir Masa Pajak berikutnya sebelum SPT Masa disampaikan .Penyampaian SPT Masa PPN dapat dilakukan paling lambat akhir bulan setelah Masa Pajak berakhir.

Pemerintah akan menyiapkan peraturan pelaksanaan atas UU PPN dan PPnBM juga melakukan sosialisasi. Dengan demikian, diharapkan akan lebih memberikan keadilan dan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya, kesederhanaan administrasi perpajakan, kepastian hukum, konsistensi dan transparansi, meningkatkan daya saing serta dapat meningkatkan investasi asing maupun dalam negeri di Indonesia.


R&D Division, Prijohandojo, Boentoro & Co
www.detikfinance.com

Pemerintah Targetkan Penerimaan Pajak Naik 24% di 2010

Gede Suardana - detikFinance

Nusa Dua - Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 611,22 triliun di tahun 2010, naik 24% dari target di 2009 sebesar Rp 528 triliun. Pemerintah akan menggenjot wajib pajak individual.

Demikian disampaikan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dalam acara pertemuan institusi perpajakan Asia Pasifik ke 39 di Hotel Grand Hyatt Nusa Dua, Bali, Senin (9/11/2009).

Menurutnya, salah satu cara yang akan dilakukan pemerintah untuk mencapai target tersebut adalah dengan menggenjot penerimaan wajib pajak individual. Pemerintah akan menggunakan berbagai acuan guna menentukan besaran wajib pajak individual.

"Kita akan menggunakan data-data wajib pajak. Perusahaan akan dilihat dari pemiliknya, apakah ia pengendali atau bukan. Kemudian kita juga melihat jajaran direksinya dalam sebuah perusahaan. Perusahaan besar biasanya, income jajaran direksinya besar. Kita akan menjaring informasi secara umum, seperti publikasi majalah. Apakah ia orang terkaya di RI, atau keluarga terkaya di RI. Nah dirjen pajak mempunyai kemampuan untuk mengakses informasi mengenai potensi pajak dari para wajib pajak kita," jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan, penerimaan wajib pajak individual di Indonesia masih tergolong di bawah rata-rata. Lain halnya dengan di negara-negara maju yang besarannya melebihi 50% dari total penerimaan pajak.

"Di Indonesia wajib pajak individual masih belum berkembang berkisar antara 40-60%. Ini yang akan jadi tantangan. Kalau di negara maju, presentase penerimaan wajib pajak individual dari pribadi yang kaya mencapai 80% dari penerimaan pajak," ujarnya.(dro/dnl)

www.detikfinance.com

Surat Setoran Pajak (SSP)

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi yang disesuaikan dengan ketentuan Direktur Jenderal Pajak.

Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP-KPP terdekat.

Jenis-jenis SSP antara lain :
1. SSP Standar
2. SSP khusus
3. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor)
4. SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri)

SSP yang paling sering digunakan adalah SSP Standar. Isi dan Bentuk SSP Standar sesuai dengan yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak. Satu SSP Standar berlaku untuk satu jenis pajak/masa pajak/tahun pajak/ketetapan pajak dengan menggunakan satu Kode MAP dan satu kode jenis setoran.

SSP Standar dibuat dalam rangkap 5 (lima), terdiri dari :
Lembar ke-1 = Untuk arsip wajib pajak
Lembar ke-2 = Untuk KPP melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)
Lembar ke-3 = Untuk dilaporkan wajib pajak ke KPP
Lembar ke-4 = Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran
Lembar ke-5 = Untuk arsip Pemungut/Pihak lain

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengisi Surat Setoran Pajak (SSP)
1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Nama dan Alamat Wajib Pajak
3. Kode MAP (Mata Anggaran Penerimaan) dan KJS (Kode Jenis Setoran) yang menunjukkan jenis pajak
4. Masa dan Tahun Pajak
5. Nomor STP/skp (khusus untuk pembayaran STP/SKP)
6. Jumlah pembayaran

Hak-Hak Wajib Pajak

Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
- Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.

Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.

Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

Pengurangan PBB
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.

Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.

Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
 
Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

Pembayaran Pajak

Mekanisme Pembayaran Pajak :

a) Membayar sendiri pajak yang terutang :
1) Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.

2) Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak yang

b) Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa :
1) Pemberi penghasilan;
2) Pemberi kerja; atau
3) Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.

c) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.

d) Pembayaran Pajak-pajak lainnya.
1) Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.

2) Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

3) Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

Tarif Pajak Penghasilan dan PTKP

Berikut ini akan dijabarkan mengenai tarif pajak penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak Badan, lapisan Penghasilan Kena Pajak dan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi. Untuk tarif Wajib Pajak Orang Pribadi berlaku tarif progresif sedangkan untuk Wajib Pajak Badan berlaku tarif tunggal.

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
 Tarif Pajak
  Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
  Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
  Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
  Diatas Rp. 500.000.000,-
30%


  Tarif Deviden
10%
  Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21)
20% lebih tinggi dari yang seharusnya
  Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut /potong (Untuk  PPh Pasal 23)
100% lebih tinggi dari yang seharusnya
  Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP
Gratis


2. Wajib Pajak Badan  dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tahun
Tarif Pajak
  2009
28%
  2010 dan selanjutnya
25%
  PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek
5% lebih rendah dari yang seharusnya
  Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000
Pengurangan 50% dari yang seharusnya


3. Penghasilan Tidak Kena Pajak  

No
Keterangan
Setahun
    1.
  Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi
    Rp. 15.840.000,-
    2.
  Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
    Rp.   1.320.000,-
    3.
  Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
    Rp. 15.840.000,-
    4.
  Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
    Rp.   1.320.000,-

Wajib Pajak Non Efektif

Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Non Efektif (NE) disini adalah Wajib Pajak yang tidak melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya baik berupa pembayaran maupun penyampaian Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)dan/atau Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yang nantinya dapat diaktifkan kembali.

Sesuai dengan Surat Edaran tanggal 14 September 2009 No. SE 89/PJ/2009 tentang Tatacara Penanganan WP Nonefektif yang akan berlaku mulai 1 Januari 2010, ada tujuh kriteria bagi wajib pajak (WP) yang dapat dinyatakan sebagai WP Non Efektif.

Kriteria tersebut antara lain :
1.  Selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian SPT Masa dan/atau SPT Tahunan.
2.  Tidak diketahui/ditemukan lagi alamatnya.
3.  Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia tetapi belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP.
4.  Secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha. Wajib Pajak dalam keadaan bangkrut, atau bisa juga pindah usaha di tempat baru. Dan di tempat lama tidak ada kegiatan.
5.  Bendahara tidak melakukan pembayaran lagi.
6.  Wajib Pajak badan yang telah bubar tetapi belum ada Akte Pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi.
7.  WP orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

Status Wajib Pajak Non Efektif ini berguna untuk kepentingan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam hal kewajiban perpajakannya.

Bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan status Non Efektif tetap tercantum dalam Master File Wajib Pajak, dengan ketentuan sebagai berikut :
1.  Tidak diterbitkan Surat Teguran sekalipun Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Masa atau SPT Tahunan.
2.  Tidak turut diawasi pembayaran masa/bulanannya dan tidak diterbitkan STP atas sanksi administrasi karena tidak menyampaikan SPT.

Hal ini bertujuan untuk membersihkan administrasi pajak agar tidak kotor dengan data WP yang tidak aktif lagi. Jika ternyata memang masih ada yang bisa diaktifkan lagi, maka akan diaktifkan kembali.

WP Non Efektif dapat berubah status menjadi Wajib Pajak efektif apabila :
a.  Menyampaikan SPT Masa atau SPT Tahunan
b.  Melakukan pembayaran pajak
c.  Diketahui adanya kegiatan usaha dari Wajib Pajak
d.  Diketahui alamat WP
e.  Mengajukan permohonan untuk diaktifkan kembali

Bendaharawan Pajak Dioptimalkan

Bisnis Indonesia, 2 Nopember 2009

JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak akan fokus mengoptimalkan penerimaan pajak dari Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah guna mengamankan penerimaan pajak tahun ini yang tinggal 2 Bulan lagi.

Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo mengatakan optimalisasi dilakukan dalam bentuk pengawasan atas setoran pajak yang dilakukan oleh Bendaharawan. "Pos ini diawasi benar karena terakhir ada kejadian di Jakarta, empat Bendaharawan nggak setor pajak karena tidak diawasi," katanya Jumat.

Bendaharawan adalah Pegawai Negeri Sipil pada Instansi Pemerintah yang ditunjuk untuk menghitung sekaligus memotong berbagai jenis pajak, menyetorkan kemudian melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat.

Jenis pajak yang dipungut adalah Withholding Tax seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN.

Realisasi Pajak Bakal Meleset

Bisnis Indonesia, 29 Oktober 2009

JAKARTA: Realisasi penerimaan pajak (termasuk PPh Migas) tahun ini diperkirakan meleset di bawah target yang telah ditetapkan dalam APBNP 2009 sebesar Rp577 triliun.

Mantan anggota Komisi XI DPR Rama Pratama mengatakan kemungkinan terjadinya penerimaan di bawah target atau shortfall tersebut dapat dilihat dari realisasi penerimaan pajak per 30 September 2009 yang baru tercapai 65% dari target APBNP 2009.

Artinya, pada sisa waktu 2 bulan ini Ditjen Pajak harus bekerja keras untuk mengumpulkan setoran pajak sebesar Rp199,5 triliun.

Pencapaian Setoran Pajak Tersebut Jauh Di Bawah Pencapaian Periode Sama Tahun 2008 Yang Mencapai Sekitar 77% Dari Target APBNP 2008 Sebesar Rp534 Triliun.

"Ada Kemungkinan Meleset Tapi Tidak Akan Besar. Ditjen Pajak Juga Sudah Memberikan Sinyal Akan Itu [terjadinya Shortfall]," Katanya Kepada Bisnis, Kemarin.

Sinyal Yang Dia Maksud Adalah Dimasukkannya Kanwil Large Tax Office (LTO) Ke Dalam Kategori Kanwil Ditjen Pajak Yang Mendapat Rapor Merah Karena Kinerja Setoran Pajaknya Hingga September 2009 Di Bawah Target.

"Kontribusi Penerimaan LTO Itu Kan 60% Sampai 70% Dari Target Yang Ditetapkan Secara Nasional," Ujarnya.

Selain Itu, Lanjutnya, Semasa Penetapan Target Penerimaan Pajak Dalam APBNP 2009 Pemerintah Mengakui Dampak Krisis Ekonomi Global Akan Menyulitkan Pencapaian Target Penerimaan Pajak Tahun Ini. "Waktu Itu Memang DPR Mem-push Target Penerimaan Pajak Lebih Tinggi Dari Keinginan Pemerintah Karena Ada Target Pertumbuhan Dan Pembangunan Yang Tinggi Pada 2009. Jadi Dari Awal Pemerintah Sudah Mengaku Berat."

Dampak Krisis

Menurut Dia, Bila Shortfall Di Bawah 5% Berarti Faktor Penyebabnya Adalah Murni Karena Faktor Ekonomi Baik Makro Maupun Mikro Sebagai Dampak Krisis Ekonomi Global. Akan Tetapi, Lanjutnya, Bila Ternyata Shortfall Di Atas 5% Berarti Ada Yang Salah Dengan Kinerja Ditjen Pajak. "Karena Reformasi Perpajakan Sudah Berjalan," Jelasnya.

Sebelumnya, Saat Menggelar Konferensi Pers Mengenai Realisasi Penerimaan Pajak Awal Bulan Lalu, Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo Mengibaratkan Kondisi Pencapaian Setoran Pajak Saat Ini Berada Pada Posisi Lampu Kuning Yang Bisa Berubah Menjadi Hijau Atau Sebaliknya Menjadi Merah.

Sementara Itu Saat Dikonfirmasi Mengenai Pencapaian Target Setoran Pajak Pada Sisa Waktu 2 Bulan Terakhir Ini, Tjiptardjo Mengaku Tetap Optimistis Pihaknya Akan Mampu Memenuhi Target Penerimaan Pajak Yang Telah Ditetapkan Dalam APBNP 2009.

"Sebagai Pegawai Pajak Saya Harus Optimis Harus Selesaikan Masalah Itu [target Penerimaan] Semaksimal Mungkin. Kalau Saya Ngomong Pesimis Bisa Bubar Negara Ini," Tegasnya.

Menurut Dia, Dirinya Saat Ini Sedang Fokus Mengamankan Penerimaan Pajak Dengan Cara Mengoptimalkan Seluruh Potensi Penerimaan Pajak Yang Ada.

Anggota DPR Tak Ber-NPWP Sudah Mulai Insyaf

Detik.com, Rabu, 28 Oktober 2009

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak mencatat adanya perubahan sikap 60% anggota DPR-RI yang sebelumnya diketahui belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Saat ini, sudah mulai banyak anggota DPR yang mengurus pendaftaran NPWP-nya.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan Dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjoputro, saat ini data pasti mengenai sisa anggota DPR-RI yang belum ber-NPWP masih dalam proses Pendataan.

"Dari mereka sudah beberapa, sedang dalam proses," katanya saat ditemui diacara Trade Expo Indonesia (TEI) Kemayoran, Jakarta, Rabu (28/10/2009).

Ia juga mengatakan, dengan antusiasnya para anggota DPR yang belum ber-NPWP untuk mengurus NPWP disambut positif oleh Ditjen Pajak. Sehingga bisa menjadi contoh bagi masyarakat umum lainnya dan berkontribusi bagi penerimaan negara nantinya.

"Mungkin dulu mereka tidak sempat saja," katanya.

Mengenai ajang Trade Expo kali ini, pihak Direktorat Jenderal Pajak mengerahkan Mobil Keliling Pajak untuk memberikan pelayanan konsultasi dan pelayanan pembuatan NPWP bagi pengunjung maupun peserta Trade Expo 2009.

Mengenai target transaksi TEI 2009 sebesar US$ 230 juta, menurutnya itu bisa saja akan menjadi kontribusi bagi penerimaan pajak saat ini. Mengingat bagi para pelaku usaha yang ikut ajang TEI 2009 sudah banyak yang ber-NPWP sehingga bisa menyumbang kontribusi pajak PPh dan lainnya.

"Trade Expo suatu arena mempromosikan, di sana ada terkandung Objek Pajak. Kita sendiri ada Mobil Keliling Pajak di Arena Trade Expo," katanya.

Kriteria Wajib Pajak Yang Tidak Wajib Lapor SPT

Sudahkah anda memiliki NPWP saat ini? Terkadang masyarakat enggan untuk memiliki NPWP karena menurut anggapan mereka, nantinya akan direpotkan dengan penyampaian SPT dan sebagainya yang pengisiannya dirasakan rumit sekali, yaitu SPT Masa maupun SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Dan lagi katanya kalau tidak menyampaikan SPT dikenakan denda....makin runyam aja urusannya. Apalagi bagi para karyawan yang sudah dipotong pajaknya, ngapain bikin NPWP, yang penting sudah bayar pajak.

Memang benar yang punya NPWP harus melaporkan SPT tapi ada keringanan yang diberikan oleh Undang-Undang Perpajakan kita. Apa itu?

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.183/PMK.03/2007 ada beberapa kriteria Wajib Pajak yang dibebaskan dari kewajiban melaporkan SPT Pajak Penghasilan. Siapa saja mereka..?

Kriteria Wajib Pajak yang dibebaskan dari kewajiban melaporkan SPT Pajak Penghasilan :

1.   Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP yang mulai berlaku tahun 2009 untuk perhitungan pajak penghasilan Wajib Pajak pribadi.
  • Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  • Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
  • Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
  • Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Untuk Wajib Pajak yang penghasilan Netto setahunnya tidak melebihi PTKP, maka benar-benar bebas dari kewajiban menyampaikan SPT Pajak Penghasilan baik Masa ataupun Tahunan. Jadi untuk kasus-kasus diperusahaan-perusahaan yang mewajibkan bagi para seluruh pegawainya termasuk Satpam, Cleaning Service (CS), Office Boy dsb maka para Satpam, CS ini nggak usah khawatir akan kewajiban menyampaikan SPT karena memang tidak wajib selama Penghasilan Netto setahunnya tidak melebihi PTKP-nya. 

2.   Wajib pajak orang pribadi (WPOP) yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.

Untuk WP jenis ini maka dia dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa saja saja, tapi untuk SPT Tahunan tetap wajib.
Pengertian kegiatan usaha adalah kegiatan usaha adalah kegiatan usaha dalam pengertian umum dunia bisnis, misalnya berdagang, usaha jasa, dan manufaktur, konstruksi dsb.
Sedangkan yang dimaksud dengan pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang menggunakan kemampuan dan atau keahlian yang dimilikinya. Jenis pekerjaan ini misalnya sebagai seorang dokter, notaris, aktuaris, pengacara, akuntan dan lain sebagainya.

Penggunaan Form 1770 SS

Bagi karyawan yang mempunyai penghasilan bruto sampai dengan 60 juta lebih baik menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 SS yang hanya 1 lembar. Simple dan gampang, tinggal isi dan laporkan.

Melalui PER-7/PJ./2009 Dirjen Pajak merevisi PER-24/PJ./2008 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Dan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Beserta Petunjuk Pengisiannya dengan merubah syarat untuk menggunakan Form SPT 1770 SS yaitu menjadi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi :
  • yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja
  • dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan
  • tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi
Ketentuan sebelumnya dalam PER-24/PJ./2008 mensyaratkan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari 48 juta.
Peraturan ini memberikan kemudahan dalam mengisi SPT bagi para karyawan yang kurang memahami perpajakan karena form 1770 SS ini hanya 1 lembar, sehingga sangat simple dan mudah dalam pengisiannya.

Untuk contoh pengisiannya dapat didownload di link berikut ini :

Penghitungan PPh Pasal 25

PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah cicilan atas pembayaran Pajak Penghasilan pada tahun yang bersangkutan. Dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah pajak terutang untuk tahun pajak yang lalu. Contoh, PPh Pasal 25 yang dibayar di tahun pajak 2008 ini dihitung berdasarkan pajak terutang untuk tahun pajak 2007. Artinya, jika tahun pajak 2007 usaha kita rugi, maka tahun 2008 ini tidak ada PPh Pasal 25. Atau PPh Pasal 25 Nihil.

Walau PPh Pasal 25 Nihil, tetapi PPh Pasal 25 Nihil tersebut tetap harus dilaporkan ke kantor pajak. Ini sekedar untuk menghindari sanksi. Batas waktu pelaporan PPh Pasal 25 baik yang dibayar maupun yang Nihil adalah setiap tanggal 20 bulan berikutnya. Contoh, PPh Pasal 25 untuk bulan Mei 2008 wajib dilaporkan paling lambat pada tanggal 20 Juni 2008.

Penghitungan PPh Pasal 25 Secara Umum
-
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23) dan PPh yang terutang di Luar Negeri yang boleh dikreditkan (PPh Pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Contoh :
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2007
=
Rp
50.000.000,00
Dikurangi dengan :
     
PPh yang dipotong pemberi kerja (PPh Pasal 21)
 
Rp
15.000.000,00
PPh Pasal 22
 
Rp
10.000.000,00
PPh Pasal 23
 
Rp
2.500.000,00
Kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24)
 
Rp
7.500.000,00
     
______________
Jumlah
=
Rp
35.000.000,00
Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 
=
Rp
15.000.000,00
Besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2008 adalah :
= Rp 15.000.00,00/12 = Rp 1.250.000,00.

Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2007 disampaikan pada bulan Maret 2008, maka besarnya angsuran PPh yang harus dibayar wajib pajak untuk bulan Januari dan Februari 2008 adalah sama dengan angsuran bulan Desember 2007, misalnya sebesar Rp 1.250.000,00

Sedangkan pembayaran PPh Pasal 25 itu sendiri paling lambat dibayar pada tanggal 15 bulan berikutnya. Contoh, PPh Pasal 25 untuk bulan Mei 2008 paling lambat dibayar pada tanggal 15 Juni 2008. Ingat, pembayaran pajak wajib di bank atau kantor pos!
Bagaimana jika pada tanggal 15 jatuh pada hari libur? Misalnya, tanggal 15 jatuh pada hari Sabtu atau Minggu. Jika tanggal 15 jatuh pada hari libur maka pembayaran pajak dapat dimajukan ke hari kerja berikutnya. Contoh, tanggal 15 hari Sabtu, berarti PPh Pasal 25 dibayar paling lambat pada hari Senin tanggal 17.

Pemungut PPh Pasal 22

Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 22 ?

PPh yang dipungut oleh :

-  Bendaharawan Pemerintah Pusat / Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
-  Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
 
Siapa pemungut PPh Pasal 22 ?




-  Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;


-  Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;


-  BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN/APBD;


-  Bank Indonesia (BI), BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;


-  Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;


-  Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan baker minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya;


-  Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

Objek Pajak Penghasilan Pasal 23

Objek Pemotongan PPh Pasal 23 :
  1. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto (tidak final) :
    -
    Dividen (Pasal 4 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
    -
    Bunga (Pasal 4 ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
    -
    Royalti
    -
    Hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21
    dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap.

  2. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final :

    atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggotanya.

  3. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto (tidak final) :

    - Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (tidak termasuk sewa tanah dan/atau bangunan, karena telah dikenakan PPh Final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 )

    - Imbalan sehubungan dengan  jasa teknik, jasa manajemen, jasa kostruksi, jasa konsultan, dan jasa lain (KEP-170PJ./2002), selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21

    - Untuk Jasa konstruksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dikenakan PPh Final (Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000)


Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 :
  1. Penghasilan yang Sifatnya Teratur :
   
-
Gaji
   
-
Penghasilan yang melekat dengan gaji
   
-
Tunjangan-tunjangan
   
-
Beasiswa
   
-
Hadiah/penghargaan
   
-
Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, termasuk iuran jamsostek berupa : iuran jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk iuran jaminan hari tua tidak dimasukkan sebagai penghasilan karyawan, karena pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat penerimaan uang tujangan hari tua/tabungan hari tua.
   
-
Penghasilan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  1. Penghasilan yang Sifatnya Tidak Teratur :
   
-
Jasa produksi
   
-
Tantiem, yaitu bagian keuntungan yang diberikan kepada direksi dan komisaris yang didasarkan pada suatu prosentase/jumlah tertentu dari laba perusahaan setelah kena pajak.
   
-
Gratifikasi
   
-
Tunjangan cuti
   
-
Tunjangan hari raya
   
-
Tunjangan tahun baru
   
-
Premi tahunan
   
-
Penghasilan lain
  1. Upah :
     
    -
    Upah harian
     
    -
    Upah mingguan
     
    -
    Upah satuan
     
    -
    Upah borongan
  2. Rabat/komisi penjualan yang diterima oleh Distributor MLM/Direct Selling dan kegiatan sejenis.
  3. Uang tebusan pensiun, Uang tabungan hari tua, Uang tunjangan hari tua, uang pesangon
  4. Honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, beasiswa.
  5. Imbalan kepada tenaga ahli : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, dan penilai.
  6. Imbalan lain-lain, yang diterima oleh kolportir iklan, pengawas, jasa kepanitiaan, peserta sidang/rapat, tenaga lepas, penemu pesanan, penemu langganan, peserta perlombaan, seniman, olahragawan, pengajar, penerjemah, moderator, pemberi jasa komputer, telekomunikasi, fotografi, dan pemasaran, petugas asuransi, peserta pelatihan/pemagangan/pendidikan.

Subjek Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkaenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.

Subjek PPh meliputi :
- orang pribadi
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
- badan
- bentuk usaha tetap (BUT)

Subjek Pajak terdiri dari :
1.  Subjek Pajak Dalam Negeri, adalah :
  • Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  • Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Persekutuan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
  • Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2.  Subjek Pajak Luar Negeri, adalah :
  • Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
  • Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan daari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Kemudian yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan antara lain :
  1. Badan perwakilan negara asing
  2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing
  3. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
  4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia